Deni

November 12th, 2009

Case 2 : Powerhouse Petronas Mengubah Malaysia

Posted by deni in Knowledge Management Case

Diringkas dari sumber : http://kisahsuksesbisnis.blogspot.com/

Petronas, akronim dari Petroliam Nasional Berhad, merupakan perusahaan migas milik negara (BUMN) Malaysia yang berdiri pada tahun 1974. Di Malaysia sendiri, Petronas dapat dikatakan segalanya. Petronas merupakan penyandang dana terbesar dalam pembangunan Putra Jaya, Ibu Kota Baru Malaysia yang ultra modern dan berbasiskan teknologi informasi.

Petronas tidak hanya memberi kontribusi dalam rasa kebanggaan masyarakat Malaysia, melainkan juga dalam konteks ekonomi. Petronas merupakan satu-satunya powerhouse Malaysia yang tercatat di Fortune 500 (ranking 120). Pada tahun 2006, keuntungan Petronas sudah demikian besar, mencapai US$ 15 miliar, atau setara dengan tiga puluh persen pendapatan Pemerintah Malaysia. Langsung maupun tidak langsung, kontribusi ekonomi powerhouse ini mampu mengangkat pendapatan per kapital penduduk Malaysia menjadi US% 6000 pada tahun 2006 (Economist, 10/2007) dengan jumlah pegawai sebesar 33.682 orang.

Sama seperti Saudi Aramco, keberhasilan Petonas ikut mengubah wajah Malaysia juga berasal dari sebuah pergulatan perubahan yang datang dari dalam dirinya sendiri. Ironisnya, inisiatif perubahan dimulai ketika Wakil Perdana Menteri Malaysia – Tun Dr Ismail Al Jaj beserta rombongannya melakukan kunjungan kehormatan selama sekitar satu jam kepada pimpinan Pertamina di Jakarta pada suatu siang di tanggal 11 Maret 1972. Dalam dokumen yang dapat dibaca luas oleh publik itu, disebutkan, penggagas Petonas, Tan Sri Tengku Razaleigh Hamzah “Terpengaruh dengan kejayaan syarikat milik Indonesia, yaitu Pertamina”. Sehingga, saat ditahbiskan pada tanggal 1 Oktober 1974 Petronas memiliki peran yang benar-benar istimewa, yang bukan diambil dari Shell, perusahaan minyak asal Belanda yang sudah membangun kilang di Port Dickson sejak 1962.

Jadi pertemuan yang dilakukan di kantor Pertamina itu menghasilkan dukungan bagi Petronas dalam bentuk tenaga ahli yang akan disediakan oleh Pertamina. Bahkan, hingga saat ini ada cukup banyak engineer asal Indonesia yang bekerja di Petronas dan ditempatkan di mancanegara, baik di Afrika maupun di Eropa. Ironisnya, murid selalu menjadi lebih pintar daripada gurunya sendiri. Mengapa bisa demikian? Jawabannya sangat sederhana. Malaysia mengambil yang baik-baik dari Pertamina dan menutupi “bolong-bolong” yang ada di Pertamina dengan kekuatan original. Apa saja yang diadopsi dan ditambal itu?

Yang diambil mentah-mentah adalah sistem kontrak bagi hasil. Petronas mengadopsi sistem kontrak bagi hasil temuan Pertamina dalam melakukan negosiasi konsesi migas dengan perusahaan minyak asing yang memiliki teknologi. Sebelum Pertamina, sangat sedikit perusahaan migas di Asia (non-Timur Tengah) yang mampu menghasilkan kontribusi ekonomi yang besar bagi negaranya. Dengan sistem ini, praktis Pertronas tidak perlu menarik urat dalam-dalam dan tidak perlu mencari model sendiri.

Lalu apa yang perlu diambil?

Petronas belajar tentang sebab-sebab kejatuhan Pertamina yang diakibatkan oleh skandal politik yang telah merasuk terlalu dalam. Waktu itu, Pertamina, meski besadr dan menggurita, baru saja diterpa badai yang dikenal dengan skandal Ibnu Sutowo. Kontribusi Pertamina memang sangat besar. Konon gedung Binagraha, Convention Hall Senayan, dan banyak fasilitas publik lainnya dibangun dengan biaya pertamina.
Akibatnya suatu ketika pertamina mengalami kondisi yang dapat diibaratkan “besar pasak daripada tiang”. Pertamina mengalami kesulitan likuiditas dan sejak terjadi krisis, segala kebijakan yang dilakukan Pertamina, diambil-alih oleh pemerintah (dalam hal ini Menteri Keuangan). Dengan begitu Pertamina pun berubah peran menjadi kepanjangan tangan pemerintah.

Malaysia sangat memahami masalah ini dan memilih jalur korporasi. Maka, petronas pun didesain sebagai wadah usaha yang otonom yang bebas dari campur tangan negara, bukan wadah pemerintah. Dalam Akta Kemajuan Petroleum yang dimaktubkan pada tanggal 1 Oktober 1974 itu, disebutkan bahwa Petronas diberi hak, kuasa, kebebasan, dan keistimewaan dalam mengendalikan dan memajukan sumber minyak di Malaysia. Petronas didesain dengan campur tangan politik yang sangat minimal. Prisnsip ini dipegang teguh sampai hari ini.
Dengan kijerja yang menonjol, Petronas akhirnya mampu membuktikan bahwa mereka bukan sekadar “jago kandang”. Saat ini, Petronas telah beroperasi di lima puluh sembilan lokasi yang terletak di 323 negara di seluruh dunia. Pada tahun 2005, cadangan migas yang berhasil dikuasai di luar negerinya telah mencapai 5,9 miliar barrel, lebih tinggi daripada cadangan domestik (4,2 miliar barrel).

———————————————————————————————

Point terpenting dari kasus di atas:

Bagaimana Petronas memperoleh knowledge untuk memulai usahanya?

Belajar dari sebuah pengalaman, mungkin itulah yang dapat diungkapkan untuk mengomentari apa yang telah dilakukan petronas untuk menjadi sebuah perusahaan penghasil minyak yang cukup besar. Dengan belajar mengetahui apa kelebihan dan kekurangan Pertamina, Petronas mencoba menempatkan diri sebagai sebuah corporate mandiri yang dikelola sebagai semua badan usaha professional yang sedikit sekali terpengaruh oleh keadaan dan situasi politik di negaranya. Petronas juga berusaha meningkatkan knowledge perusahaannya dengan mengambil para ahli dari Pertamina yang kemudian di tempatkan di beberapa tempat usahanya di seluruh dunia. Knowledge bukan hanya didasarkan pada proses pembelajaran dari media buku dan internet, tetapi juga melalui pengalaman dan keahlian orang lain.

Leave a reply

:mrgreen: :neutral: :twisted: :shock: :smile: :???: :cool: :evil: :grin: :oops: :razz: :roll: :wink: :cry: :eek: :lol: :mad: :sad:

  • Monthly

  • Blogroll

  • Meta

    • Subscribe to RSS feed
    • The latest comments to all posts in RSS
    • Subscribe to Atom feed
    • Powered by WordPress; state-of-the-art semantic personal publishing platform.
    • Firefox - Rediscover the web